Monday, March 17, 2008

Jika KONFLIK menjadi LEARNING ACTIVITY

Di Saraswati, konflik pun bisa menjadi kesempatan belajar bagi anak….

Herrel dan Giscka terdengar sedang berdebat di areal balok. Dalam beberapa detik, debatnya semakin sengit. Saya mencoba memahami apa yang sedang diperdebatkan. O, ternyata anak-anak TK sedang ’membangun’ sebuah rumah bersama. Herrel dan Giscka ingin menggunakan tempat yang sama untuk membangun kamarnya.

’Mungkin kalau kita planning dulu, kita gambar, masing-masing ingin kamarnya dimana, kita tidak perlu berdebat’, saya katakan pada mereka. ‘Tapi aku ga bisa gambar rumah’, jawab Giscka. Kak Herly kemudian mengambilkan whiteboard dan marker dan meletakkannya di salah satu sudut areal balok. ‘Ayo, kita coba sama-sama. Siapa yang mau gambar duluan?’, saya mengajak anak-anak. Achie menghampiri dan mengambil marker dari saya. Ia kemudian mulai menggambar sebuah rumah. ’Ini sih bukan gambar dalamnya rumah’, Giscka berkomentar saat Achie sedang asyik menggambar. ’Ssst, biarkan Achie selesai dulu’, saya meminta Giscka untuk bersabar. Saya mengatakan pada anak-anak,’ Achie menggambar tampak depan dari rumah, lihat di depan rumah ada pohon, ada jalan ...’

Giscka sudah tidak sabar lagi dan saya memberikan marker padanya. Ia menggambar layout rumah, kemudian anak-anak bergilir menggambarkan kamarnya masing-masing pada layout rumah dan mencantumkan namanya pada gambar masing-masing.

Selesai menggambar, anak-anak kemudian mencoba untuk mencocokkan letak bangunan masing-masing dengan gambar yang mereka buat, lengkap dengan 'tempat main PS'.


Ternyata, apa yang awalnya sebuah konflik, bisa menjadi learning activity yang asyik bagi anak-anak. Mereka belajar mengenai maksud dan manfaat kegiatan ‘planning’, mereka juga belajar membuat denah tanpa campur tangan orang dewasa, dan kemudian mengaplikasikan denah tersebut pada ‘bangunan rumah’ mereka. Wow! Calon arsitek kita... Memang anak-anak kita ini sangat berbakat dan kreatif ! SDC