Beberapa orang tua mengeluh..bahwa anak-anak koq dirumah nggak bisa diatur ya? Anak-anak seolah-olah lebih bisa menerima otoritas guru ketimbang otoritas orang tua, untuk mengetahui kenapa demikian, silahkan cermati pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah anda memberikan batasan-batasan pada anak dan secara konsisten
menjalankannya di rumah…simak cerita berikut…
Dua keluarga sedang bermakan-makan di restoran. Keduanya memiliki anak usia prasekolah. Saat anak-anak tersebut mulai naik ke atas pemisah antara 2 meja, keluarga pertama hanya mengatakan ‘jangan, nak..’ beberapa kali tapi tidak ada tindakan. Dalam hal ini pesan yang didapatkan oleh si anak adalah ‘aku ngga boleh naik tapi jika aku melakukannya, tidak apa-apa juga’.
Di lain pihak, keluarga kedua, selain mengatakan ‘tidak boleh naik karena mengganggu orang lain’ juga mengangkat anak tersebut untuk kembali duduk di kursinya (tidak dengan marah). Dan hal ini berulang beberapa kali. Untuk menarik perhatian anak, mereka melibatkan si anak dalam percakapan mereka. Pesan yang didapatkan oleh anak adalah’ aku memang tidak boleh naik karena mengganggu orang lain’.
kedua pesan tersebut akan tertanam dalam diri si anak, dan kita bisa memprediksi anak yang mana yang akan berperilaku secara disiplin dalam situasi yang lain. Pesan mungkin saja tidak langsung tertanam, harus beberapa kali sehingga memang diperlukan konsistensi dari orang tua.
2.Apakah arti otoritas bagi anda? ‘being in control’ ataukah ‘being in charge’?
‘Being in control’ berarti mengharapkan agar si anak mengikuti perintah anda apa adanya
‘Being in charge’ berarti mengendalikan situasi demikian sehingga si anak terbantu untuk mengendalikan dirinya
Simak kejadian aktual berikut :
Seorang anak merusak bangunan dari balok yang dibuat oleh beberapa temannya. Teman-temannya berteriak. Guru intervensi, dan memisahkan si anak dari teman-temannya. Guru mengajaknya bicara.
Guru: Ada apa.. kenapa sampai merusak bangunan temanmu?
Anak: Aku mau aja!
Guru:Kalau temanmu merusak bangunanmu, gimana perasaan kamu?
Anak: Tapi kan si A ngga mau main sama aku
Guru: Kadang-kadang kalau teman kita lagi nggak mau main sama kita, itu hak dia. Kita nggak bisa memaksa. Emang kamu suka dipaksa kalau lagi ngga mau main?
Anak: Aku kan ngga pernah punya teman dari dulu. Kakak kan ngga pernah tahu si A ngga pernah mau main sama aku dari PG.
Guru: O..gitu (ternyata si anak sudah menyimpan perasaan negatif - bahwa tidak ada yang suka bermain bersama dirinya - sudah cukup lama).
Teacher berpikir bahwa si anak perlu tahu bahwa tidak hanya dia yang memiliki perasaan seperti itu, bahwa perasaan seperti itu wajar, tetapi yang perlu diketahui juga oleh si anak adalah bahwa yang bisa merubah situasinya adalah dirinya sendiri. So teacher membagikan pengalamannya..
Teacher : Aku pernah juga lho pengen sekali berteman sama seseorang terus orang itu ngga mau…sedih juga sih, tapi ya sudah aku cari saja teman yang lain untuk bermain.
Anak diam mendengarkan dan mencerna apa yang dikatakan oleh teacher (dengan ekspresi yang masih sedih)
Teacher: Kalo aku lihat sih, teman-temanmu masih mau koq bermain sama kamu..
Teacher memanggil teman-teman untuk mengajak si anak bermain outdoors….dan mereka pun menghampiri dan dengan senang hati mengajak si anak untuk bermain bersama. Tidak lama kemudian si anak terlihat ceria kembali .
Dengan tidak memberikan perintah pada anak, tetapi memanggil dan berbicara dengannya, teacher tidak mengendalikan si anak, tetapi mengendalikan situasinya dan terlihat bahwa si anak terbantu untuk mengendalikan emosinya.
Pertanyaannya adalah apakah anda cukup sabar untuk melakukan hal ini secara konsisten di rumah.
Untuk tips lebih lanjut silahkan baca www.babyart.ort/school-age/tips-on-disciplene.html
No comments:
Post a Comment